Friday 10 February 2017

Makalah Ekonomi Islam

EKONOMI ISLAM :
TEORI PERILAKU PRODUSEN DAN TEORI PRODUKSI


BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Islam merupakan agama yang kaaffah, yang mengatur segala perilaku kehidupan manusia. Bukan hanya menyangkut urusan peribadahan saja, urusan sosial dan ekonomi juga diatur dalam Islam. Oleh karenanya setiap orang muslim, Islam merupakan sistem hidup (way of life) yang harus diimplementasikan secara komprehensif dalam seluruh aspek kehidupannya tanpa terkecuali.
Sudah cukup lama umat manusia mencari sistem untuk meningkatkan kesejahteraannya khususnya di bidang ekonomi. Selama ini memang sudah ada beberapa sistem, diantaranya dua aliran besar sistem perekonomian yang dikenal di dunia, yaitu sistem ekonomi kapitalisme, dan sistem ekonomi sosialisme. Tetapi sistem-sistem itu tidak ada yang berhasil penuh dalam menawarkan solusi optimal.
Konsekuensinya orang-orang mulai berpikir mencari alternatif. Dan alternatif yang oleh banyak kalangan diyakini lebih menjanjikan adalah sistem ekonomi Islam. Karena sistem ini berpijak pada asas keadilan dan kemanusiaan. Oleh karenanya, sistem ini bersifat universal, tanpa melihat batas-batas etnis, ras, geografis, bahkan agama.
Pada bulan Oktober tahun 2008 Al-Jazeera TV, sebuah stasiun TV terkenal di dunia yang berkedudukan di Qatar, melakukan polling tentang sistem ekonomi yang dipercaya paling baik untuk diterapkan di dunia. Respondennya sebanyak 29.486 orang. Polling itu berisikan pertanyaan “Setelah krisis keuangan global melanda, sistem keuangan apa yang anda percaya paling baik untuk diterapkan di dunia?”. Hasilnya adalah 88,5% dari 29.486 responden menjawab sistem ekonomi Islam. Sedangkan responden yang memilih sistem ekonomi kapitalis hanya 5,0% saja, dan yang memilih sistem ekonomi keuangan komunis sebanyak 6,5%.
Sistem ekonomi Islam merupakan sistem ekonomi yang sangat baik. Sistem ekonomi ini tidak hanya di perbankan, namun mencakup semua sistem keuangan. Mulai dari perbankan, pasar modal, asuransi, hingga dana pensiun. Pangsa pasar ekonomi Islam di Indonesia sangat luas, hal ini disebabkan karena Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim, sehingga tidak diragukan penerapan sistem ini.
Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini, baik pada tataran teoritis-konseptual (sebagai wacana akademik) maupun pada tataran praktis (khususnya di lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non-bank), sangat pesat. Perkembangan ini tentu saja sangat menggembirakan, karena ini merupakan cerminan dari semakin meningkatnya kesadaran umat Islam dalam menjalankan syariat Islam.
Hal ini refleksi dari pemahaman bahwa ekonomi Islam bukan hanya sekedar konsepsi. Ia merupakan hasil suatu proses transformasi nilai-nilai Islam yang membentuk kerangka serta perangkat kelembagaan dan pranata ekonomi yang hidup dan berproses dalam kehidupan masyarakat. Adanya konsep pemikiran dan organisasi-organisasi yang dibentuk atas nama sistem ini sudah tentu bisa dinilai sebagai model dan awal pertumbuhannya.
Kendati perkembangan ekonomi Islam saat ini sangat prospek namun dalam pelaksanaannya masih menemukan berbagai kendala sekaligus tantangan, baik pada tataran teoritis maupun pada tataran praktis, baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Pada tataran teoritis misalnya belum terumusnya secara utuh berbagai konsep ekonomi dalam ekonomi Islam.
Sedangkan pada tataran praktis, belum tersedianya sejumlah institusi dan kelembagaan yang lebih luas dalam pelaksanaan Ekonomi Islam. Adapun dari aspek internal adalah sikap umat Islam sendiri yang belum maksimal dalam menerapkan ekonomi Islam. Sedangkan dari aspek eksternal adalah praktik-praktik kehidupan ekonomi yang sudah terbiasa dengan konsep-konsep ekonomi konvensional.
Kebangkitan ekonomi dan bisnis dibangun berdasarkan nilai-nilai Islam telah menjadi fenomena yang menarik dalam dua dekade terakhir ini. Kesadaran untuk menghidupkan kembali sistem ekonomi Islam merupakan jawaban atas berbagai persoalan dan dampak negatif yang ditimbulkan oleh sistem ekonomi ribawi.

1.2         Rumusan Masalah
Ekonomi Islam adalah satu alternatif yang dapat diterapkan untuk dapat mencapai kemapanan ekonomi yang maksimal dan menyeluruh. Satu-satunya cara agar ekonomi Islam dapat memasyarakat adalah membuat masyarakat paham tentang ekonomi Islam, pengaplikasiannya, serta seluk-beluknya. Untuk mencapai hal tersebut, ekonomi Islam dapat disisipkan kedalam pendidikan formal maupun nonformal. Akan tetapi, ada beberapa masalah yang dapat muncul dalam proses tersebut.
Penulis mencoba membatasi masalah yang akan dibahas dalam makalah ini dan fokus dalam penguraiannya, pertanyaan berikut menjadi kerangka rumusan makalah yang disusun ini:
1.      Apa pengertian dan ruang lingkup produksi menurut islam?
2.      Apa Tujuan produksi menurut islam?
3.      Apa Atribut fisik dan nilai dalam produk?
4.      Apa input produksi dan berkah?

1.3         Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah membahas tentang:
1.      pengertian dan ruang lingkup produksi menurut islam
2.      Tujuan produksi menurut islam
3.      Atribut fisik dan nilai dalam produk
4.      input produksi dan berkah

1.4         Tinjauan Pustaka
Ekonomi dalam sistem islam tidak terpisahkan dari aspek ibadah itu sendiri yang sebagaimana penganut agama-agama melaksanakan ritual keagamaannya. Ekonomi dalam perspektif islam adalah bagaimana segala aktivitas ekonomi yang terdiri dari konsumsi, produksi dan distribusi, juga segala permasalahannya diselesaikan dengan mekanisme yang islami.
Mekanisme islami yang dimaksud adalah berdasarkan atau mengembalikan segala persoalannya kepada Al Qur’an dan As Sunnah dan sumber-sumber Islam lainnya (ijma, Qiyas). Sehingga ekonomi yang merupakan derivasi dari sistem Islam yang integral dan komprehensif tetap harus bermuara pada terwujudnya nilai-nilai syariah yang ditetapkan Allah SWT.
Asy Syatibi mendeskripsikan nilai-nilai syariah yang menjadi indikator kesejahteraan menurut Islam (falah) adalah diperinci seperti terpenuhinya keberlangsungan agama (dien), jiwa (nafs), akal (Aql), keturunan (nasl) dan harta (maal). Kelima aspek di atas merupakan rincian yang menjadi target atau tujuan dari semua elemen agama islam, termasuk ekonomi islam.
Ilmu ekonomi Islam yang mempelajari usaha manusia dalam mengalokasikan dan mengelola sumber daya untuk memperoleh kesejahteraan berdasarkan prinsip-prinsip Al Qur’an dan As Sunnah tidak mendikotomikan antara ekonomi normative dengan ekonomi positif sebagaimana ekonomi konvensional mendikotomikannya.
Dalam pandangan Islam normative value merupakan arahan dan tuntunan yang seharusnya dilakukan dalam menjalankan aktivitas. Dan islam memiliki norma-norma yang bersifat given yang bersumber dari Allah SWT sebagai pedoman hidup manusia. Jadi, ketika dalam sudut pandang ekonomi positif telah terjadi masalah-masalah maka penyelesaiannya dengan apa seharusnya diselesaikan bukan pada peluang apa persoalan bisa diselesaikan.
Setidaknya jika penyelesaian berdasarkan normative value maka permasalahan tidak berlaku secara kontinu (problem sustainable) dan terus terulang pada masa mendatang. Sebab nilai memiliki kaidahnya sendiri dalam menyelesaikan masalah-masalah ekonomi.
Hal ini sebagai kritik terhadap ekonomi konvensional yang memisahkan atau mendikotomi ekonomi positif dengan ekonomi normatif dengan menafikan dalam ekonomi variabel nilai atau norma dalam mengidentifikasi masalah. Sebab dalam ilmu sosial pun sebenarnya sejak awal ditentukan berdasarkan nilai-nilai tertentu.
Dengan demikian tidak ada ilmu pengetahuan yang benar-benar bebas nilai. Dikotomi tersebut sebenarnya juga masih terlalu rancu dan menunjukkan tidak konsisten dalam mengasumsikan pemisahan ini. Ilmu ekonomi konvensional memiliki 2 (dua) tujuan yang berbeda. Pertama dalam sudut pandang ekonomi positif memiliki tujuan ekonomi yaitu yang berhubungan erat dengan usaha realisasi secara efisien dan adil dalam proses alokasi dan distribusi sumber daya ekonomi.
Sedang tujuan lainnya yang dalam sudut pandang normatif adalah yang terkait dengan usaha pencapaian secara universal tujuan sosial ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan hidup, full employment, tinkat pertumbuhan ekonomi yang optimal, distribusi kekayaan dan pendapatan yang merata, dan sebagainya.
Perbedaan tujuan ekonomi dalam ekonomi konvensional ini menyebabkan ketidakefektifan dalam mencapainya. Jadi, pada proses pencapaian kedua tujuan tersebut bisa saja saling mendukung satu sama lain dalam usaha mencapai tujuan ekonomi tanpa perlu dikotomi dan penafian satu sama lain.
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI PERILAKU PRODUSEN DAN TEORI KONSUMSI

2.1         Pengertian Dan Ruang Lingkup Produksi Menurut Islam
2.1.1   Pengertian Produksi
Produksi adalah sebuah proses yang telah terlahir di muka bumi ini semenjak manusia menghuni planet ini. Produksi sangat prinsip bagi kelangsungan hidup dan juga peradaban manusia dan bumi. Sesungguhnya produksi lahir dan tumbuh dari menyatunya manusia dengan alam.
Dr. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padanan kata “produksi” dalam bahasa Arab dengan kata al-intaj yang secara harfiyah dimaknai dengan ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min ‘anashir alintaj dhamina itharu zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan pengabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas).
Kegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasikan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi oleh para konsumen.
Beberapa ahli ekonomi islam memberikan definisi yang berbeda mengenai pengertian produksi, meskipun substansinya sama. Berikut pengertian produksi menurut para ekonomi muslim kontemporer.
1.      Kahf (1992)
Kegiatan produksi dalam perspektif Islam adalah usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam Islam, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat (falah).
2.      Mannan (1992)
Menekankan pentingnya motif altruisme bagi produsen yang Islami, sehingga ia menyikapi dengan hati-hati konsep Pareto Optimality dan Given Demand Hypothesis yang banyak dijadikan sebagai konsep dasar produksi dalam ekonomi konvensional.
3.      Rahman (1995)
Menekankan pentingnya keadilan dan kemerataan produksi (distribusi output produksi secara merata ke seluruh lapisan masyarakat).
4.      Ul Haq (1996)
Tujuan produksi adalah memenuhi kebutuhan yang bersifat fardhu kifayah, yaitu kebutuhan yang bagi banyak orang pemenuhannya menjadi keharusan.
5.      Siddiqi (1992)
Produksi sebagai proses penyediaan barang dan jasa dengan memperhatikan keadilan dan mashlahahnya bagi masyarakat. Sepanjang produsen telah berlaku adil dan membawa kebaikan bagi masyarakat, ia telah bertindak secara Islami.



2.1.2   Ruang Lingkup Produksi Menurut Islam
Produksi didalam islam adalah peroses mencari, mengalokasikan sumber daya menjadi output dalam rangka meningkatkan kemaslahatan bagi manusia. Namun produksi juga diartikan sebagai, kegitan ekonomi yang dapat meningkatkan nilai tambah suatu barang, didalam pengertian kedua ini produksi tidak hanya diartikan dengan proses perubahan dari input menjadi output saja tetapi pengertian produksi meningkatkan nilai tambah suatu barang.
Dalam memproduksi membutuhkan faktor produksi, yaitu alat atau sarana dalam melakukan produksi diantara faktor-faktor produksi meliputi:
1.      Tenaga kerja
2.      Modal
3.      Sumber daya alam
4.      Skill.
Hubungan faktor tersebut membentuk fungsi matematis, yang disebut dengan fungsi produksi.
O = f (Tk, M, SDA, T)
Dimana:
O = Fungsi produksi
f  = Faktor produksi
Fungsi produksi adalah hubungan teknis antara faktor produksi (input) dan hasil produksi (output) hal ini berarti bahwa produksi hanya bisa dilakukan dengan mengunakan faktor produksi, bila faktor produksi tidak ada maka kegiatan produksi tidak akan ada, kemudian adapun faktor produksi dengan mengunakan faktor alam disebut dengan produksi alami.
Menurut Yusuf Qardhawi, faktor produksi yang utama menurut al-Qur’an adalah alam dan kerja manusia. Produksi merupakan perpaduan harmonis antara alam dengan manusia. Bumi adalah lapangan sedangkan manusia adalah pekerja penggarapan yang sungguh-sungguh sebagai wakil dari sang pemilik lapangan tersebut.

2.2         Tujuan Produksi Menurut Islam
Produksi memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan bagi orang banyak yang bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk diantaranya :

2.2.1  Pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkatan moderat
Tujuan produksi yang sangat jelas, yaitu pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkatan moderat. Hal ini akan menimbulkan dua implikasi yaitu:
1.        Produsen yang menghasilkan barang dan jasa yang menjadi kebutuhan meskipun belum tentu keinginan konsumen karena keinginan manusia sifatnya tidak terbatas, sehingga seringkali mengakibatkan ketidakjelasan antara keinginan dengan apa yang benar-benar menjadi kebutuhan hidupnya. Barang dan jasa yang dihasilkan harus memiliki manfaat riil bagi kehidupan, bukan sekedar memberikan kepuasan maksimum saja. Dalam konsep maslahah, salah satu formulanya adalah harus memenuhi unsur manfaat. 
2.        Kuantitas produk yang diproduksi tidak akan berlebihan, tetapi hanya sebatas kebutuhan yang wajar. Produksi barang dan jasa secara berlebihan tidak saja menimbulkan misalokasi dengan pengelolaan sumber daya ekonomi dan kemubaziran, tetapi juga menyababkan terkurasnya sumber daya secara cepat padahal sumber daya tersebut seringkali jumlahnya terbatas.

2.2.2   Menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya
Meskipun produsen hanya menyediakan sarana kebutuhan manusia, namun hal ini bukan berarti produsen bersifat pasif dan reaktif terhadap kebutuhan manusia yang mau memproduksi hanya berdasarkan permintaan konsumen. Produsen harus mampu menjadi sosok yang kreatif, proaktif dan inovatif dalam menemukan barang dan jasa apa yang menjadi kebutuhan manusia dan kemudian memenuhi kebutuhan tersebut.
Penemuan ini kemudian disosialisasikan atau dipromosikan kepada konsumen, sehingga konsumen mengatahuinya. Sebab konsumen seringkali tidak mengatahui apa yang dibutuhkannya di masa depan, sehingga produsen harus mampu melakukan inovasi agar konsumen mengerti bahwasnnya hal tersebut telah menjadi kebutuhan dalam hidupnya.
Sebagai contoh adalah produksi air dalam kemasan baik gelas maupun botol, pada awalnya konsumen tidak terbiasa dengan model minuman dalam kemasan, namun karena inovasi dan pengembangan dari produsen pada akhirnya konsumen terbiasa dengan minuman dalam kemasan tersebut.

2.2.3   Menyiapkan persediaan barang atau jasa di masa depan
Sikap produktif ini juga harus berorientasi kedepan  dalam artian:
1.      harus mampu menghasilkan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kehidupan dimasa mendatang. Sehingga seorang produsen dalam kerangka islami tidak akan mau memproduksi barang-barang yang bertentangan dengan syariat maupun barang yang tidak memiliki manfaat riil kepada umat. Produsen harus mampu melakukan pengembangan produk yang dapat memberikan  kemaslahatan bagi umat di masa depan.
2.      Menyadari bahwa sumber daya ekonomi tidak hanya diperuntukkan bagi manusia yang hidup sekarang, tetapi juga untuk generasi mendatang. Orientasi  ke dapan ini akan mendorong produsen untuk terus-menerus melakukan riset dan pengembangan yang bertujuan sebagai efesiensi  dalam pengelolaan sumber daya ekonomi serta mencari teknologi produksi yang ramah lingkungan.
Implikasi dari aktivitas di atas adalah tersedianya secara memadai berbagai kebutuhan bagi generasi mendatang, suatu konsep pembangunan yang berkasinambungan.

2.2.4   Pemenuhan sarana bagi kegiatan social dan ibadah kepada Allah
Tujuan yang terakhir yaitu, pemenuhan sarana bagi kegiatan social juga ibadah kepada Allah dan inilah tujuan produksi yang tidak akan mungkin dapat tercapai dalam ekonomi konvensional yang bebas nilai. Tujuan produksi adalah mendapatkan berkah yang secara fisik belum tentu dirasakan oleh produsen itu sendiri. Tujuan ini akan membawa implikasi yang luas, sebab produksi tidak akan selalu menghasilkan keuntungan material.
Namun harus mampu pula memberikan keuntungan bagi orang lain dan agama. Saat ini pada system ekonomi konvensional berkembang pula mekanisme corporate social responbility (CSR) sebagai sarana tanggung jawab social perusahaan kepada masyarakat. Namun mekanisme telah lebih dahulu terdapat dalam ekonomi Islam, dan dalam ekonomi Islam mekanisme ini sudah built in dengan system yang ada. Sehingga produsen yang Islami akan mampu memaksimalkan keuntungan material dan sekaligus keuntungan kepada masyarakat dan agama”.

2.3 Atribut Fisik dan Nilai Dalam Produk
Sebuah produk yang dihasilkan oleh produsen menjadi berharga atau bernilai bukan karena adanya berbagai atribut fisik dari produk semata, tetapi juga karena adanya nilai (value) yang dipandang berharga oleh konsumen. Atribut fisik yang melekat pada suatu barang misalnya bahan baku pembuatannya, kualitas keawetan barang tersebut, bentuk atau desain barang, dan lain-Iain.
Atribut fisik suatu barang esensinya menentukan peran fungsional dari barang tersebut dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Di sisi lain, nilai yang terkandung dalam suatu barang akan memberikan kepuasan psikis kepada konsumen dalam memanfaatkan barang tersebut. Nilai ini dapat bersumber dari citra atau merk barang tersebut, sejarah, reputasi produsen, dan lain-lain.
Dalam pandangan ekonomi Islam produk juga merupakan kombinasi dari atribut fisik dan nilai (value). Konsep ekonomi Islam tentang atribut fisik suatu barang mungkin tidak berbeda dengan pandangan umumnya, tetapi konsep nilai yang harus ada dalam setiap barang adalah nilai-nilai keislaman (Islamic values). Adanya nilai-nilai ini pada akhirnya akan memberikan berkah pada suatu barang.
Setiap barang/ jasa yang tidak mengandung berkah tidak bisa dianggap sebagai barang/jasa yang memberikan mashlahah, sebab berkah merupakan elemen penting dalam konsep mashlahah. Misalnya, ada 2 produk raket tenis, di mana raket tenis diproduksi oleh sebuah perusahaan A yang melakukan eksploitasi terhadap tenaga kerjanya sementara yang satunya dari perusahaan B sangat menghargai tenaga kerjanya.
Sebagaimana telah diketahui bahwa eksploitasi terhadap tenaga kerja merupakan salah satu bentuk penyimpangan terhadap nilai-nilai Islam. Meskipun atribut fisik kedua raket tersebut sama, tetapi kedua raket tersebut akan dihargai berbeda. Raket yang diproduksi oleh perusahaan A tidak mengandung berkah sehingga bukan barang yang berharga (mengandung mashlahah), karenanya tidak akan dipilih oleh konsumen.
Jadi jelaslah bahwa suatu produk harus memiliki atribut fisik sekaligus berkah agar membawa mashlahah. Dengan cara pandang seperti ini maka kuantitas produk diekspresikan sebagai berikut:
Q= qF + qB
Di mana :
QM  = adalah barang yang memiliki mashlahah
Q = adalah atribut fisik barang
QB   = adalah berkah barang tersebut

2.4     Input Produksi dan Berkah
Kegiatan produksi membutuhkan berbagai jenis sumber daya ekonomi yang lazim disebut input atau faktor produksi, yaitu segala hal yang menjadi masukan secara langsung maupun tidak langsung dalam proses produksi. Pada dasarnya, faktor produksi atau input ini secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu input manusia (human input) dan input non-manusia (non human input).
 Yang termasuk dalam input manusia adalah tenaga kerja/ buruh dan wirausahawan, sementara yang termasuk dalam input non manusia adalah sumber daya alam (natural resources), kapital (financial capital), mesin, alat-alat, gedung, dan input-input fisik lainnya (physical capital). Itu semua dilandasi oleh dua alasan yaitu:
·           Manusia adalah faktor produksi yang memiliki peran paling penting dalam keseluruhan faktor produksi. Manusia menjadi faktor utama, sedangkan non-manusia menjadi input pendukung.
·           Manusia adalah makhluk hidup yang tentu saja memiliki berbagai karakteristik yang berbeda dengan faktor produksi lainnya.
Sebagaimana diketahui, berkah maupun komponen penting dalam mashlahah. Oleh karena itu, bagaimanapun dan seperti apapun pengklasifikasiannya, berkah harus dimasukkan dalam input produksi, sebab berkah mempunyai andil (share) nyata dalam membentuk output.
  
BAB III
PENUTUP

3.1         Kesimpulan
Produksi adalah menciptakan manfaat dan bukan menciptakan materi. Maksudnya adalah bahwa manusia mengolah materi itu untuk mencukupi berbagai kebutuhannya, sehingga materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa yang bisa dilakukan manusia dalam “memproduksi” tidak sampai pada merubah substansi benda. Yang dapat dilakukan manusia berkisar pada misalnya mengambilnya dari tempat yang asli dan mengeluarkan atau mengeksploitasi (ekstraktif).
Dalam konsep ekonomi konvensional (kapitalis) produksi dimaksudkan untuk memperoleh laba sebesar besarnya, berbeda dengan tujuan produksi dalam ekonomi konvensional, tujuan produksi dalam islam yaitu memberikan Mashlahah yang maksimum bagi konsumen.
Walaupun dalam ekonomi islam tujuan utamannya adalah memaksimalkan mashlahah, memperoleh laba tidaklah dilarang selama berada dalam bingkai tujuan dan hukum islam. Dalam konsep mashlahah dirumuskan dengan keuntungan ditambah dengan berkah.