TEORI PERILAKU PRODUSEN DAN TEORI PRODUKSI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Islam
merupakan agama yang kaaffah, yang mengatur segala perilaku kehidupan
manusia. Bukan hanya menyangkut urusan peribadahan saja, urusan sosial dan
ekonomi juga diatur dalam Islam. Oleh karenanya setiap orang muslim, Islam merupakan
sistem hidup (way of life) yang harus diimplementasikan secara
komprehensif dalam seluruh aspek kehidupannya tanpa terkecuali.
Sudah cukup
lama umat manusia mencari sistem untuk meningkatkan kesejahteraannya khususnya
di bidang ekonomi. Selama ini memang sudah ada beberapa sistem, diantaranya dua
aliran besar sistem perekonomian yang dikenal di dunia, yaitu sistem ekonomi
kapitalisme, dan sistem ekonomi sosialisme. Tetapi sistem-sistem itu tidak ada
yang berhasil penuh dalam menawarkan solusi optimal.
Konsekuensinya orang-orang mulai berpikir mencari
alternatif. Dan alternatif yang oleh banyak kalangan diyakini lebih menjanjikan
adalah sistem ekonomi Islam. Karena sistem ini berpijak pada asas keadilan dan
kemanusiaan. Oleh karenanya, sistem ini bersifat universal, tanpa melihat
batas-batas etnis, ras, geografis, bahkan agama.
Pada bulan
Oktober tahun 2008 Al-Jazeera TV, sebuah stasiun TV terkenal di dunia yang
berkedudukan di Qatar, melakukan polling tentang sistem ekonomi yang dipercaya
paling baik untuk diterapkan di dunia. Respondennya sebanyak 29.486 orang. Polling
itu berisikan pertanyaan “Setelah krisis keuangan global melanda, sistem
keuangan apa yang anda percaya paling baik untuk diterapkan di dunia?”.
Hasilnya adalah 88,5% dari 29.486 responden menjawab sistem ekonomi Islam.
Sedangkan responden yang memilih sistem ekonomi kapitalis hanya 5,0% saja, dan
yang memilih sistem ekonomi keuangan komunis sebanyak 6,5%.
Sistem ekonomi Islam merupakan sistem ekonomi yang sangat baik. Sistem
ekonomi ini tidak hanya di perbankan, namun mencakup semua sistem keuangan.
Mulai dari perbankan, pasar modal, asuransi, hingga dana pensiun. Pangsa pasar
ekonomi Islam di Indonesia sangat luas, hal ini disebabkan karena Indonesia
yang mayoritas penduduknya muslim, sehingga tidak diragukan penerapan sistem
ini.
Perkembangan
ekonomi Islam di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini, baik pada tataran
teoritis-konseptual (sebagai wacana akademik) maupun pada tataran praktis
(khususnya di lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non-bank), sangat
pesat. Perkembangan ini tentu saja sangat menggembirakan, karena ini merupakan
cerminan dari semakin meningkatnya kesadaran umat Islam dalam menjalankan
syariat Islam.
Hal ini
refleksi dari pemahaman bahwa ekonomi Islam bukan hanya sekedar konsepsi. Ia
merupakan hasil suatu proses transformasi nilai-nilai Islam yang membentuk
kerangka serta perangkat kelembagaan dan pranata ekonomi yang hidup dan
berproses dalam kehidupan masyarakat. Adanya konsep pemikiran dan organisasi-organisasi
yang dibentuk atas nama sistem ini sudah tentu bisa dinilai sebagai model dan
awal pertumbuhannya.
Kendati
perkembangan ekonomi Islam saat ini sangat prospek namun dalam pelaksanaannya
masih menemukan berbagai kendala sekaligus tantangan, baik pada tataran
teoritis maupun pada tataran praktis, baik yang bersifat internal maupun yang
bersifat eksternal. Pada tataran teoritis misalnya belum terumusnya secara utuh
berbagai konsep ekonomi dalam ekonomi Islam.
Sedangkan
pada tataran praktis, belum tersedianya sejumlah institusi dan kelembagaan yang
lebih luas dalam pelaksanaan Ekonomi Islam. Adapun dari aspek internal adalah
sikap umat Islam sendiri yang belum maksimal dalam menerapkan ekonomi Islam.
Sedangkan dari aspek eksternal adalah praktik-praktik kehidupan ekonomi yang
sudah terbiasa dengan konsep-konsep ekonomi konvensional.
Kebangkitan ekonomi dan bisnis dibangun berdasarkan nilai-nilai Islam telah
menjadi fenomena yang menarik dalam dua dekade terakhir ini. Kesadaran untuk
menghidupkan kembali sistem ekonomi Islam merupakan jawaban atas berbagai
persoalan dan dampak negatif yang ditimbulkan oleh sistem ekonomi ribawi.
1.2
Rumusan Masalah
Ekonomi Islam adalah satu alternatif
yang dapat diterapkan untuk dapat mencapai kemapanan ekonomi yang maksimal dan
menyeluruh. Satu-satunya cara agar ekonomi Islam dapat memasyarakat adalah
membuat masyarakat paham tentang ekonomi Islam, pengaplikasiannya, serta
seluk-beluknya. Untuk mencapai hal tersebut, ekonomi Islam dapat disisipkan
kedalam pendidikan formal maupun nonformal. Akan tetapi, ada beberapa masalah
yang dapat muncul dalam proses tersebut.
Penulis mencoba
membatasi masalah yang akan dibahas dalam makalah ini dan fokus dalam
penguraiannya, pertanyaan berikut menjadi kerangka rumusan makalah yang disusun
ini:
1. Apa pengertian dan ruang lingkup
produksi menurut islam?
2. Apa Tujuan produksi menurut islam?
3. Apa Atribut fisik dan nilai dalam
produk?
4. Apa input produksi dan berkah?
1.3
Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah membahas tentang:
1. pengertian dan ruang lingkup
produksi menurut islam
2. Tujuan produksi menurut islam
3. Atribut fisik dan nilai dalam produk
4. input produksi dan berkah
1.4
Tinjauan Pustaka
Ekonomi
dalam sistem islam tidak terpisahkan dari aspek ibadah itu sendiri yang
sebagaimana penganut agama-agama melaksanakan ritual keagamaannya. Ekonomi
dalam perspektif islam adalah bagaimana segala aktivitas ekonomi yang terdiri
dari konsumsi, produksi dan distribusi, juga segala permasalahannya
diselesaikan dengan mekanisme yang islami.
Mekanisme
islami yang dimaksud adalah berdasarkan atau mengembalikan segala persoalannya
kepada Al Qur’an dan As Sunnah dan sumber-sumber Islam lainnya (ijma, Qiyas). Sehingga ekonomi yang
merupakan derivasi dari sistem Islam yang integral dan komprehensif tetap harus
bermuara pada terwujudnya nilai-nilai syariah yang ditetapkan Allah SWT.
Asy Syatibi
mendeskripsikan nilai-nilai syariah yang menjadi indikator kesejahteraan
menurut Islam (falah) adalah
diperinci seperti terpenuhinya keberlangsungan agama (dien), jiwa (nafs), akal
(Aql), keturunan (nasl) dan harta (maal).
Kelima aspek di atas merupakan rincian yang menjadi target atau tujuan dari
semua elemen agama islam, termasuk ekonomi islam.
Ilmu ekonomi
Islam yang mempelajari usaha manusia dalam mengalokasikan dan mengelola sumber
daya untuk memperoleh kesejahteraan berdasarkan prinsip-prinsip Al Qur’an dan
As Sunnah tidak mendikotomikan antara ekonomi normative dengan ekonomi positif sebagaimana ekonomi konvensional
mendikotomikannya.
Dalam
pandangan Islam normative value
merupakan arahan dan tuntunan yang seharusnya dilakukan dalam menjalankan
aktivitas. Dan islam memiliki norma-norma yang bersifat given yang bersumber dari Allah SWT sebagai pedoman hidup manusia.
Jadi, ketika dalam sudut pandang ekonomi positif telah terjadi masalah-masalah
maka penyelesaiannya dengan apa seharusnya diselesaikan bukan pada peluang apa
persoalan bisa diselesaikan.
Setidaknya
jika penyelesaian berdasarkan normative
value maka permasalahan tidak berlaku secara kontinu (problem sustainable) dan terus terulang pada masa mendatang. Sebab
nilai memiliki kaidahnya sendiri dalam menyelesaikan masalah-masalah ekonomi.
Hal ini
sebagai kritik terhadap ekonomi konvensional yang memisahkan atau mendikotomi
ekonomi positif dengan ekonomi normatif dengan menafikan dalam ekonomi variabel
nilai atau norma dalam mengidentifikasi masalah. Sebab dalam ilmu sosial pun
sebenarnya sejak awal ditentukan berdasarkan nilai-nilai tertentu.
Dengan
demikian tidak ada ilmu pengetahuan yang benar-benar bebas nilai. Dikotomi
tersebut sebenarnya juga masih terlalu rancu dan menunjukkan tidak konsisten
dalam mengasumsikan pemisahan ini. Ilmu ekonomi konvensional memiliki 2 (dua)
tujuan yang berbeda. Pertama dalam sudut pandang ekonomi positif memiliki tujuan
ekonomi yaitu yang berhubungan erat dengan usaha realisasi secara efisien dan
adil dalam proses alokasi dan distribusi sumber daya ekonomi.
Sedang
tujuan lainnya yang dalam sudut pandang normatif adalah yang terkait dengan
usaha pencapaian secara universal tujuan sosial ekonomi untuk pemenuhan
kebutuhan hidup, full employment, tinkat pertumbuhan ekonomi yang optimal,
distribusi kekayaan dan pendapatan yang merata, dan sebagainya.
Perbedaan
tujuan ekonomi dalam ekonomi konvensional ini menyebabkan ketidakefektifan
dalam mencapainya. Jadi, pada proses pencapaian kedua tujuan tersebut bisa saja
saling mendukung satu sama lain dalam usaha mencapai tujuan ekonomi tanpa perlu
dikotomi dan penafian satu sama lain.
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI PERILAKU PRODUSEN DAN TEORI KONSUMSI
2.1
Pengertian Dan Ruang Lingkup Produksi Menurut Islam
2.1.1
Pengertian Produksi
Produksi adalah
sebuah proses yang telah terlahir di muka bumi ini semenjak manusia menghuni
planet ini. Produksi sangat prinsip bagi kelangsungan hidup dan juga peradaban
manusia dan bumi. Sesungguhnya produksi lahir dan tumbuh dari menyatunya
manusia dengan alam.
Dr. Muhammad
Rawwas Qalahji memberikan padanan kata “produksi” dalam bahasa Arab dengan kata
al-intaj yang secara harfiyah dimaknai dengan ijadu sil’atin (mewujudkan
atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyajin
min ‘anashir alintaj dhamina itharu zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang
jelas dengan menuntut adanya bantuan pengabungan unsur-unsur produksi yang
terbingkai dalam waktu yang terbatas).
Kegiatan
produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan
produksilah yang menghasikan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi oleh para
konsumen.
Beberapa ahli
ekonomi islam memberikan definisi yang berbeda mengenai pengertian produksi,
meskipun substansinya sama. Berikut pengertian produksi menurut para ekonomi
muslim kontemporer.
1. Kahf (1992)
Kegiatan
produksi dalam perspektif Islam adalah usaha manusia untuk memperbaiki tidak
hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk
mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam Islam, yaitu kebahagiaan
dunia dan akhirat (falah).
2. Mannan (1992)
Menekankan
pentingnya motif altruisme
bagi produsen yang Islami, sehingga ia menyikapi dengan hati-hati konsep Pareto
Optimality dan Given Demand Hypothesis yang banyak dijadikan sebagai
konsep dasar produksi dalam ekonomi konvensional.
3. Rahman (1995)
Menekankan
pentingnya keadilan dan kemerataan produksi
(distribusi output produksi secara merata ke seluruh lapisan masyarakat).
4. Ul Haq (1996)
Tujuan produksi
adalah memenuhi kebutuhan yang bersifat fardhu kifayah, yaitu kebutuhan yang bagi banyak orang
pemenuhannya menjadi keharusan.
5. Siddiqi (1992)
Produksi
sebagai proses penyediaan barang dan jasa dengan memperhatikan keadilan dan mashlahahnya bagi
masyarakat. Sepanjang produsen telah berlaku adil dan membawa kebaikan bagi
masyarakat, ia telah bertindak secara Islami.
2.1.2
Ruang Lingkup Produksi Menurut Islam
Produksi didalam islam adalah peroses
mencari, mengalokasikan sumber daya menjadi output dalam rangka
meningkatkan kemaslahatan bagi manusia. Namun produksi juga diartikan sebagai, kegitan ekonomi yang dapat meningkatkan
nilai tambah suatu barang,
didalam
pengertian kedua ini produksi tidak hanya diartikan dengan proses perubahan
dari input menjadi output saja tetapi
pengertian produksi meningkatkan nilai tambah suatu barang.
Dalam
memproduksi membutuhkan faktor produksi, yaitu alat atau sarana dalam melakukan produksi diantara faktor-faktor produksi meliputi:
1. Tenaga kerja
2. Modal
3. Sumber daya alam
4. Skill.
Hubungan faktor tersebut membentuk
fungsi matematis,
yang disebut
dengan fungsi produksi.
O = f
(Tk, M, SDA,
T)
Dimana:
O = Fungsi produksi
f
= Faktor produksi
Fungsi produksi
adalah hubungan teknis antara faktor produksi (input) dan hasil produksi (output)
hal ini berarti bahwa produksi
hanya bisa dilakukan dengan mengunakan faktor produksi, bila faktor produksi tidak ada maka
kegiatan produksi tidak akan ada, kemudian adapun faktor produksi dengan mengunakan faktor alam
disebut dengan produksi alami.
Menurut Yusuf
Qardhawi, faktor produksi
yang utama menurut al-Qur’an adalah alam dan kerja manusia. Produksi merupakan perpaduan harmonis
antara alam dengan manusia.
Bumi adalah
lapangan sedangkan manusia adalah pekerja penggarapan yang sungguh-sungguh
sebagai wakil dari sang pemilik lapangan tersebut.
2.2
Tujuan Produksi Menurut Islam
Produksi memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan bagi orang
banyak yang bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk diantaranya :
2.2.1 Pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkatan moderat
Tujuan produksi yang sangat jelas,
yaitu pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkatan moderat. Hal ini akan
menimbulkan dua implikasi yaitu:
1.
Produsen yang menghasilkan barang dan jasa yang menjadi
kebutuhan meskipun belum tentu keinginan konsumen karena keinginan manusia
sifatnya tidak terbatas, sehingga seringkali mengakibatkan ketidakjelasan
antara keinginan dengan apa yang benar-benar menjadi kebutuhan hidupnya. Barang
dan jasa yang dihasilkan harus memiliki manfaat riil bagi kehidupan, bukan
sekedar memberikan kepuasan maksimum saja. Dalam konsep maslahah, salah satu
formulanya adalah harus memenuhi unsur manfaat.
2.
Kuantitas produk yang diproduksi tidak akan berlebihan,
tetapi hanya sebatas kebutuhan yang wajar. Produksi barang dan jasa secara berlebihan
tidak saja menimbulkan misalokasi dengan pengelolaan sumber daya ekonomi dan
kemubaziran, tetapi juga menyababkan terkurasnya sumber daya secara cepat
padahal sumber daya tersebut seringkali jumlahnya terbatas.
2.2.2
Menemukan kebutuhan masyarakat dan
pemenuhannya
Meskipun
produsen hanya menyediakan sarana kebutuhan manusia, namun hal ini bukan
berarti produsen bersifat pasif dan reaktif terhadap kebutuhan manusia yang mau
memproduksi hanya berdasarkan permintaan konsumen. Produsen harus mampu menjadi
sosok yang kreatif, proaktif dan inovatif dalam menemukan barang dan jasa apa
yang menjadi kebutuhan manusia dan kemudian memenuhi kebutuhan tersebut.
Penemuan
ini kemudian disosialisasikan atau dipromosikan kepada konsumen, sehingga
konsumen mengatahuinya. Sebab konsumen seringkali tidak mengatahui apa yang
dibutuhkannya di masa depan, sehingga produsen harus mampu melakukan inovasi
agar konsumen mengerti bahwasnnya hal tersebut telah menjadi kebutuhan dalam
hidupnya.
Sebagai
contoh adalah produksi air dalam kemasan baik gelas maupun botol, pada awalnya
konsumen tidak terbiasa dengan model minuman dalam kemasan, namun karena
inovasi dan pengembangan dari produsen pada akhirnya konsumen terbiasa dengan
minuman dalam kemasan tersebut.
2.2.3
Menyiapkan persediaan barang atau
jasa di masa depan
Sikap
produktif ini juga harus berorientasi kedepan dalam artian:
1.
harus mampu menghasilkan barang dan jasa yang bermanfaat
bagi kehidupan dimasa mendatang. Sehingga seorang produsen dalam kerangka
islami tidak akan mau memproduksi barang-barang yang bertentangan dengan
syariat maupun barang yang tidak memiliki manfaat riil kepada umat. Produsen
harus mampu melakukan pengembangan produk yang dapat memberikan
kemaslahatan bagi umat di masa depan.
2.
Menyadari bahwa sumber daya ekonomi tidak hanya
diperuntukkan bagi manusia yang hidup sekarang, tetapi juga untuk generasi
mendatang. Orientasi ke dapan ini akan mendorong produsen untuk
terus-menerus melakukan riset dan pengembangan yang bertujuan sebagai
efesiensi dalam pengelolaan sumber daya ekonomi serta mencari teknologi
produksi yang ramah lingkungan.
Implikasi
dari aktivitas di atas adalah tersedianya secara memadai berbagai kebutuhan
bagi generasi mendatang, suatu konsep pembangunan yang berkasinambungan.
2.2.4 Pemenuhan sarana bagi kegiatan social dan ibadah kepada
Allah
Tujuan
yang terakhir yaitu, pemenuhan sarana bagi kegiatan social juga ibadah kepada
Allah dan inilah tujuan produksi yang tidak akan mungkin dapat tercapai dalam
ekonomi konvensional yang bebas nilai. Tujuan produksi adalah mendapatkan
berkah yang secara fisik belum tentu dirasakan oleh produsen itu sendiri.
Tujuan ini akan membawa implikasi yang luas, sebab produksi tidak akan selalu
menghasilkan keuntungan material.
Namun
harus mampu pula memberikan keuntungan bagi orang lain dan agama. Saat ini pada
system ekonomi konvensional berkembang pula mekanisme corporate social
responbility (CSR) sebagai sarana tanggung jawab social perusahaan
kepada masyarakat. Namun mekanisme telah lebih dahulu terdapat dalam ekonomi
Islam, dan dalam ekonomi Islam mekanisme ini sudah built in dengan
system yang ada. Sehingga produsen yang Islami akan mampu memaksimalkan
keuntungan material dan sekaligus keuntungan kepada masyarakat dan agama”.
2.3 Atribut Fisik dan Nilai Dalam Produk
Sebuah
produk yang dihasilkan oleh produsen menjadi berharga atau bernilai bukan
karena adanya berbagai atribut fisik dari produk semata, tetapi juga karena
adanya nilai (value) yang dipandang
berharga oleh konsumen. Atribut fisik yang melekat pada suatu barang misalnya
bahan baku pembuatannya, kualitas keawetan barang tersebut, bentuk atau desain
barang, dan lain-Iain.
Atribut
fisik suatu barang esensinya menentukan peran fungsional dari barang tersebut
dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Di sisi lain, nilai yang terkandung dalam
suatu barang akan memberikan kepuasan psikis kepada konsumen dalam memanfaatkan
barang tersebut. Nilai ini dapat bersumber dari citra atau merk barang
tersebut, sejarah, reputasi produsen, dan lain-lain.
Dalam
pandangan ekonomi Islam produk juga merupakan kombinasi dari atribut fisik dan
nilai (value). Konsep ekonomi Islam
tentang atribut fisik suatu barang mungkin tidak berbeda dengan pandangan
umumnya, tetapi konsep nilai yang harus ada dalam setiap barang adalah
nilai-nilai keislaman (Islamic values).
Adanya nilai-nilai ini pada akhirnya akan memberikan berkah pada suatu barang.
Setiap
barang/ jasa yang tidak mengandung berkah tidak bisa dianggap sebagai
barang/jasa yang memberikan mashlahah, sebab berkah merupakan elemen penting
dalam konsep mashlahah. Misalnya, ada 2 produk raket tenis, di mana raket tenis
diproduksi oleh sebuah perusahaan A yang melakukan eksploitasi terhadap tenaga
kerjanya sementara yang satunya dari perusahaan B sangat menghargai tenaga
kerjanya.
Sebagaimana
telah diketahui bahwa eksploitasi terhadap tenaga kerja merupakan salah satu
bentuk penyimpangan terhadap nilai-nilai Islam. Meskipun atribut fisik kedua
raket tersebut sama, tetapi kedua raket tersebut akan dihargai berbeda. Raket
yang diproduksi oleh perusahaan A tidak mengandung berkah sehingga bukan barang
yang berharga (mengandung mashlahah), karenanya tidak akan dipilih oleh
konsumen.
Jadi
jelaslah bahwa suatu produk harus memiliki atribut fisik sekaligus berkah agar
membawa mashlahah. Dengan cara pandang seperti ini maka kuantitas produk
diekspresikan sebagai berikut:
QM = qF + qB
Di
mana :
QM = adalah
barang yang memiliki mashlahah
QF =
adalah atribut fisik barang
QB = adalah berkah barang tersebut
2.4
Input Produksi dan Berkah
Kegiatan produksi membutuhkan berbagai
jenis sumber daya ekonomi yang lazim disebut input atau faktor produksi, yaitu
segala hal yang menjadi masukan secara langsung maupun tidak langsung dalam
proses produksi. Pada dasarnya, faktor produksi atau input ini secara garis
besar dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu input manusia (human input) dan input non-manusia (non human input).
Yang termasuk dalam input manusia adalah
tenaga kerja/ buruh dan wirausahawan, sementara yang termasuk dalam input non
manusia adalah sumber daya alam (natural
resources), kapital (financial
capital), mesin, alat-alat, gedung, dan input-input fisik lainnya (physical capital). Itu semua dilandasi
oleh dua alasan yaitu:
·
Manusia adalah faktor produksi yang memiliki
peran paling penting dalam keseluruhan faktor produksi. Manusia menjadi
faktor utama, sedangkan non-manusia menjadi input pendukung.
·
Manusia adalah makhluk hidup yang tentu saja
memiliki berbagai karakteristik yang berbeda dengan faktor produksi lainnya.
Sebagaimana diketahui, berkah maupun
komponen penting dalam mashlahah. Oleh karena itu, bagaimanapun dan seperti
apapun pengklasifikasiannya, berkah harus dimasukkan dalam input produksi,
sebab berkah mempunyai andil (share)
nyata dalam membentuk output.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Produksi adalah menciptakan manfaat dan bukan menciptakan
materi. Maksudnya adalah bahwa manusia mengolah materi itu untuk mencukupi
berbagai kebutuhannya, sehingga materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa yang bisa
dilakukan manusia dalam “memproduksi” tidak sampai pada merubah substansi
benda. Yang dapat dilakukan manusia berkisar pada misalnya mengambilnya dari
tempat yang asli dan mengeluarkan atau mengeksploitasi (ekstraktif).
Dalam konsep ekonomi konvensional (kapitalis) produksi
dimaksudkan untuk memperoleh laba sebesar besarnya, berbeda dengan tujuan
produksi dalam ekonomi konvensional, tujuan produksi dalam islam yaitu
memberikan Mashlahah yang maksimum bagi konsumen.
Walaupun dalam ekonomi islam tujuan utamannya adalah
memaksimalkan mashlahah, memperoleh laba tidaklah dilarang selama berada dalam
bingkai tujuan dan hukum islam. Dalam konsep mashlahah dirumuskan dengan
keuntungan ditambah dengan berkah.